Penyair Chairil Anwar tahun ini genap berusia 100 tahun. Namanya dikenal sebagai pelopor puisi modern Indonesia. Karyanya oleh banyak kritikus sastra dianggap telah memberikan pembaruan dalam bentuk dan bahasa yang dipakai dalam puisinya.
“Kunci kepenyairan Chairil Anwar adalah pada inovasi yang telah dilakukannya, yaitu dalam berpuisi, dalam memilih kata atau diksi,” ungkap penyair muda Semarang, Malikul Alam, dalam acara Peringatan 100 Tahun Chairil Anwar di taman kampus IV, Universitas PGRI Semarang, Jl. Gajah, 27 Juli 2022.
Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922. Dia dikenal sebagai penyair besar Indonesia, dengan karya puisinya yang terkenal di antaranya, “Aku”, “Lagu Siul”, “Diponegoro”, “Doa”, serta “Krawang-Bekasi”.
Menurut Malikul, Chairil pada masanya berani mengambil keputusan-keputusan inovatif sekaligus berani dalam memilih kata yang pada masa itu tidak banyak dipakai penyair lain. “Contohnya, Chairil berani memakai kata “mampus”. Selain itu, Chairil juga mendobrak pola ucap penyair yang lazim muncul dalam puisi-puisi semasa.
“Puisi-puisi Chairil sangat terasa menonjol dibanding angkatan sebelumnya seperti Sutan Takdir dan Amir Hamzah. Bahkan bisa dikatakan, Chairil mampu memilih bahasa yang sampai hari ini sangat relevan dibaca pembaca keinian,” tambah penulis buku puisi Sajak dan Perih Satu Fragmen (Penerbit Beruang, 2022).
Sementara itu, dosen S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Nazla Maharani Umaya, M.Hum, mengatakan ada berbagai cara dalam mendekati Chairil. “Jika kita bisa memetik semangat kreatif Chairil, maka karyanya bisa dipelajari sebagai pembelajaran dalam menulis, sehingga kita bisa menulis puisi berdasarkan mempelajari karya Chairil,” tegas Nazla.
Namun, Nazla juga mengingatkan bahwa kita juga bisa menjadikan puisi-puisi Chairil sebagai objek amatan. “Kita bisa menjadi pengamat karya-karya Chairil, menjadikan karya-karyanya objek kajian yang selalu menarik untuk dibicarakan sampai sekarang,” tambah Nazla.
Satu hal yang perlu dicatat dan diingat ialah, Chairil sangat mungkin tidak akan bisa setenar sekarang tanpa peran kritikus sastra HB Jassin. “Ingat, Chairil tak muncul tiba-tiba. Ada peran Jassin. Melalui esei dan kritik, Jassin mengabarkan ke publik bahwa puisi Chairil melampaui zamannya.
Acara tersebut ini digagas oleh beberapa penggiat sastra di Universitas PGRI Semarang beserta tiga unit kegiatan mahasiswa, yaitu UKM Teater Gema, UKM KIAS, dan Lembaga Pers Vokal. Tampil sebagai moderator Widua (LPM Vokal).
Selain diskusi, acara ini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh mahasiswa. Mahasiswa terlibat aktif membacakan puisi-puisi Chairil Anwar, serta menginterpretasikannya secara bebas.[]
Teks: Widyanuari Eko Putra/ Foto: Ahmad Ripai