Sebuah pesan WA masuk ke ponselnya, dan beberapa hari setelah itu Ratna Purnamasari merasa ada yang tak biasa pada hari-hari yang ia lewati. Ia nyaris tak bisa membedakan antara gemetar karena grogi atau ketakutan yang berlebih ketika menatap layar ponselnya: seseorang yang ia kenal sebagai staf di kampus tempat ia berkuliah, memberitahukan bahwa ia mendapat kepercayaan mewakili kampus mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Daerah, tangkai lomba penulisan puisi.
Benar, jurusan Nana, begitu ia bisa disapa, adalah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas PGRI Semarang. Ini tentu sudah cukup dijadikan sebuah alasan atas penunjukan tersebut. Tetapi Nana tak bisa menyembunyikan kekikukannya. Menulis puisi memang bukan hal asing baginya, ia sendiri tergabung di sebuah unit kegiatan mahasiswa yang sudah terbiasa mengurusi puisi dan sastra pada umumnya. Namun, memanggul kepercayaaan dari kampus untuk bersaing dalam lomba tersebut juga bukan sesuatu yang sepele, alih-alih termasuk tugas yang berat.
Meski pada akhirnya Nana menyanggupi. Tentu dengan sejumlah persiapan yang tak ia duga sebelumnya. Buku-buku seputar siasat menulis puisi ia baca lagi. Dan malam-malam yang pendek ia isi dengan meminta saran-saran dari kakak seniornya di kampus. Ia mendapatkan banyak pelajaran, mesti dalam hatinya ia masih tak percaya mendapat kepercayaan yang sedemikian besarnya itu. Perempuan mungil kelahiran 28 Juni 1997 ini tak bisa membohongi diri ketika pada akhirnya seringkali ia mesti menangis tiap sampai rumah setelah latihan hingga larut malam. Ibu Ratna tahu ia tengah dihadapkan pada sebuah tantangan besar, maka tak ada lain hanya doa yang ibu lantunkan agar Nana bisa mempersiapkan diri dengan baik.
Hingga pada hari Jumat, 10 Agustus 2018, bersama rombongan Nana berangkat ke UPS Tegal untuk bertanding. Ia pasrah sepenuhnya, merasa sudah berusaha sebisa ia mampu. Rekan-rekannya sesama kontingen turut meyakinkan agar Nana tenang. Tak ada upaya lain saat menulis puisi selain ketenangan dan konsentrasi. Hingga akhirnya Nana melewati detik-detik menegangkan itu. “Pas technical meeting saya nangis diem-diem di ruangan gara-gara merasa lawannya adalah para penyair yang sudah jadi,” kenang Nana. Dan pengumuman dari juri pun melegakannya. Nana meraih juara 2 sebagai pemenang tangkai lomba menulis puisi. Antara bahagia dan tak percaya, Nana bersyukur tak terlalu mengecewakan pihak kampus yang menunjuknya.
Capaian ini pun menambah deret prestasi yang pernah Nana raih sebelumnya. Jika ditanya secara pribadi, Nana sebenarnya lebih memfokuskan diri pada hobi mendesain. Meskipun, ia juga merasa memiliki gairah yang begitu besar pada sastra. Di kancah desain, sepak terjang Nana sudah lumayan. Ia pernah menjadi salah satu anggota Tom Mentor Workshop Desain yang diselenggarakan UKM SDR Unnes, Tim Pemateri Workshop of Design Art Bussiness yang diselenggarakan Muda Mandiri Community. Pernah pula Nana dipercaya menjadi pemateri tunggal dalam pelatihan kreasi WPAP di Kampus AKN Demak.
Namun, bukan berarti di kancah lomba kepenulisan Nana tak pernah menorehkan prestasi. Sebelum meraih juara 2 di lomba Peksimida kali ini, ia pernah menjadi finalis 10 besar lomba resensi Perpustakaan UPGRIS 2018; Juara II Lomba Cerpen Porsima 2017. Nana juga aktif mengikuti pelatihan kepenulisan baik di Semarang maupun hingga luar kota. Ini menurutnya perlu untuk mengasah kemampuan sekaligus menambah relasi. [wep]