Permainan sederhana seperti habis riwayatnya, beralih ke permaian digital. Pada akhir tahun 1990an, anak-anak masih sering kita jumpai bermain permainan tradisional. Dari bermain gobak sodor, lompat tali, petak umpet, bola bekel, dakon, lempar kreweng, kucing-kucingan, dsb. Namun, nyaris sepuluh tahun terakhir, permainan itu seperti hilang ditelan zaman. Permaianan anak tak tercatat lagi dimainkan oleh anak-anak dan remaja.
Untuk itu tak ada salahnya mengingat kembali permainan tradisional. Selain nostalgia, juga untuk mengingatkan kita akan pentingnya permainan tradisional. BEM Universitas PGRI Semarang menggagas terselenggaranya penciptaan rekor membuat dan memainkan dakon dari barang bekas oleh peserta terbanyak, yaitu oleh mahasiswa baru UPGRIS angkatan 2018. Acara ini diselenggarakan di kampus 4 UPGRIS, Jl.Gajah (19/09). Sekitar 2000an mahasiswa terlibat penciptaan rekor ini.
“Dakon adalah permaian yang mengingatkan kita pada masa kecil. Apalagi sekarang banyak permainan tradisional yang mulai punah,” ungkap Presiden BEM UPGRIS Dimas Zulfikar Faiz. Dalam permainan ini ada nilai filosofis yang mengartikan perlunya berbagi. Dakon memberi pemahaman bagi kita bahwa berbagi itu bisa kepada saja, termasuk kepada “musuh”, yang dalam permaianan dakon berarti lawan main.
Sementara itu, Rektor Universitas PGRI Semarang Dr.Muhdi, S.H., M.Hum, lebih menekankan pentingnya kita menjaga kearifan lokal, yang kali ini berupa permainan tradisi. Dakon sudah banyak ditinggalkan, padahal permainan ini cukup sederhana dan lebih memasyarakat.
“Saya kira kita perlu mengangkat kembali permainan tradisional agar lebih banyak dikenali oleh generasi milenial. Ini penting agar nilai kearifan lokal pada permainan tradisi tidak lekas punah. Apalagi kali ini pembuatan dakon menggunakan barag-barang bekas. Ini sangat mengedukasi,” ungkap Muhdi di sela-sela mahasiswa baru yang tengah asik membuat dakon sederhana buatan mereka sendiri.
Rata-rata mahasiswa baru itu terlihat bersemangat untuk mengkreasi barang-barang bekas seperti kertas bekas, kardus, bekas botol air mineral, hingga potongan kayu sisa-sisa. Mereka menggunting, mengelem, mengecat, hingga mempercantik dakon mereka dengan pelbagai kertas warna-warni. Dari bahan sederhana tersebut mahasiswa berhasil membuat dakon dengan berbagai variasi warna serta bentuk yang unik.
Ketua Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) Paulus Pangka menyebut gagasan membuat dan memainkan dakon terbanyak ialah untuk kali pertama terselenggara. Untuk itulah penghargaan diberikan kepada dr.Muhdi, S.H., M.Hum sebagai inisiator dan BEM UPGRIS sebagai pemrakarsa dan penyelenggara. “Leprid sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan media barang bekas untuk dapat dijadikan sesuatu yang bermanfaat,” ungkap Paulus di sela-sela penghargaan tersebut.
Sebelumnya, UPGRIS ppernah mendapat penghargaan serupa yaitu prestasi Permainan Sains dan Coding untuk Anak Usia Dini Terbanyak (750 anak TKB) pada tanggal 27 April 2018 lalu di Balairung. []