Kekayaan Intelektual sebagai Strategi Pemenuhan Standar Akreditasi

Penerapan Standar 9 dalam proses akreditasi menuntut para dosen menguasai pelbagai syarat yang ada. Dosen pun dituntut menguasa skala prioritas dan pemahaman secara detail agar dalam proses akreditasi bisa berjalan lancar.

Menyadari hal itu, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Pusat Hilirisasi dan Hak Kekayaan Intelektual Universitas PGRI Semarang PHHKI dan Pusat Pendidikan dan Humaniora UPGRIS menyelenggarakan Diklat Nasional Kekayaan Intelektual 2019 dengan tema “Menuju Akreditasi A Melalui Pengarusutamaan Kekayaan Intelektual di Program Studi: Strategi Jitu Pemenuhan Standar 7 dan 9 Akreditasi Progdi Berdasarkan Perban PT No.2 Th.2019 dan Komersialisasi Riset Dosen dan Mahasiswa, di Kampus 4 (03/09).

“Diklat ini adalah fast respons dari kami atas standar 9. Betapa pun standar ini lumayan rumit, namun apresiasi pemerintah terhadap HAKI cukup tinggi. Dalam standar tersebut, terutama pada bagian proposal penelitian, yang paling diperhatikan ialah luarannya. Dan ini sejalan dengan misi HAKI,” ucap Dr.Mei Sulistyoningsih, M.Si, dalam sambutannya.

Selain itu, dalam tahap proses meraih gelar Guru Besar, hak paten kekayaan intelektual juga menjadi salah satu pertimbangan yang signifikan. “Ini tentu sangat mendorong para dosen dan peneliti untuk terus menambah jumlah gak paten hasil dari penelitian,” tambah Mei.

Sementara itu, Wakil Rektor I Bidang Akademik Dr.Sri Suciati, M.Hum, menyebut, tren penelitian sekarang harus mengarah ke income generic. “Penelitian sebaiknya mengacu pada hilirisasi dan bisa dipatenkan, sehingga bermanfaat bagi masyarakat,” tandasnya. Hadir dalam acara ini Dr. Budi Agus Riswandi, SH., M.Hum, Ketua Asosiasi Kekayaan Intelektual Indonesia, dan Medy Parli K. W Sargo, Ketua Umum Forum Kekayaan Intelektual Indonesia. Acara ini dihadiri oleh 103 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia.

Leave a Reply