Sebuah tradisi salah satu warisan peradaban yang terus dilestarikan. Siapa lagi jika bukan generasi muda sebagai pewaris kebudayaan tersebut. Mempelajari, mengenal, serta mempraktikanya salah cara agar tahu melestarikanya. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (PBSD) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Selasa (17/12) gelar Pagelaran Panatacara Gagrag Surakarta. Pagelaran yang digarap oleh mahasiswa PBSD UPGRIS berlangsung meriah dan sukses. Lulusan UPGRIS jurusan PBSD selain disiapkan sebagai guru bahasa Jawa juga dibekali kemampuan untuk mengelola proses pernikahan. kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki salah satunya adalah Pranatacara. Nantinya ketika mereka terjun di masyarakat diharapkan mampu membuat event organizer atau Wedding organizer profesional.
Gedung kampus IV lantai 6 UPGRIS disulap menjadi tempat pernikahan yang artistik serta modern. Ratusan mahasiswa menyaksikan pegelan yang sakral. Persiapan yang dilakukan mahasiswa secara matang dan apik sehingga banyak mengabadikannya.
Menurut Alfiah MPd Ketua Program studi PBSD UPGRIS menuturkan “Pagelan Pranatacara ini merupakan ujian mata kuliah Pranatacara. Beberapa tahapan diantaranya bleketepe, siraman, midonareni, panggih, dan resepsi. Mereka telah mempersiapkan acara selama dua bulan. Tujuan acara ini mengaplikasikan dari teori, mengembangan bakat, menjadi even organiser, dibuka oleh Wakil Dekan I FPBS UPGRIS.”
Nanik Setyawati SS MHum “Mengpresiasi kegiatan yang diselengarakan oleh mahasiswa PBSD UPGRIS. Pagelaran ini merupakan mata kuliah unggulan. Faktor yang dinilai, antara lain tata cara berbahasa dan tampilan.” imbuh Wakil Dekan I FPBS UPGRIS.
Terdapat tiga penampil, pertama menyajikan Siraman. Kelompok dua menyajikan Midodaren Sedangkan, kelompok tiga menyajikan Panggih. Ujian praktik Panatacara kali ini diikuti oleh semester V dan VII. Ke depan mahasiswa diharapkan mencintai tradisi Jawa yang kian pudar karena peradaban zaman.
Dyah Retno Pambayun salah satu mahasiswa PBSD UPGRIS bangga dapat mempraktikan dengan sukses di hadapan Dosen serta teman-teman. “Tradisi Jawa setiap tradisi memiliki banyak simbol serta makna sebagai panutan hidup. Jangan hanya melihat kerumitanya tapi ajaran hidup yang dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,”imbuh Dyah.