Sistem politik di Indonesia sudah semakin terbuka dalam keterwakilan dan keadilan gender. Perempuan sebagai pihak yang sering mendapat perlakuan kurang adil dalam politik, kian hari semakin bebas untuk terlibat. Indonesia bahkan pernah memiliki presiden perempuan sebagai bukti keberpihakan pada demokrasi dan keadilan gender.
Meski demikian, keterpilihan perempuan dalam pilkada bisa dianggap belum semasif calon pemimpin laki-laki. Pada pemilihan Bupati 2015 silam, ada sedikitnya dua sosok perempuan yang sukses melenggang memenangkan kontestasi, yaitu Bupati Grobogan Sri Sumarni dan Bupati Kendal Mirna Annisa.
Fakta itu kemudian diangkat oleh dosen Prodi PPKn Universitas PGRI Semarang, Sri Suneki, menjadi topik dalam disertasi yang berjudul “Modal Keterpilihan Pemimpin Politik Formal Perempuan di Jawa Tengah: Studi Multi Kasus Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kendal Periode 2015-2020” di Program Studi Doktor Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro Semarang, yang diujikan secara terbuka pada 23 mei 2022, dan digelar secara daring.
“Calon pemimpin formal perempuan dapat memenangkan pemilihan Bupati pada masyarakat yang patriarki. Ini tentu menarik untuk melihat apa saja modal keterpilihan pemimpin formal perempuan serta apa saja yang berkontribusi terhadap keterpilihan pemimpin politik formal perempuan, setidaknya di dua kasus di kabupaten Grobogan dan Kendal,” ungkap Sri Suneki.
Dalamtemuan disertasinya, kemenangan calon pemimpin perempuan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting. “Modal pemenangan pemimpin formal politik perempuan di Kabupaten Grobogan, yaitu modal simbol “Sri Pupuk”, modal jejaring sosial, modal norma, modal kepercayaan, modal sosial, modal kebudayaan dan modal kekuasaan,” ungkap Sri Suneki.
Menurutnya, kabupaten Grobogan adalah simbol “Sri Pupuk” yang terbentuk dari jejaring sosial, terutama dengan kalangan petani dan kelompok tani. Ini membuat simbol itu punya efek yang kuat terhadap sang calon. Sementara itu, modal pemenangan pemimpin formal politik perempuan di Kabupaten Kendal yaitu modal simbol keluarga, modal jejaring sosial, modal norma, dan modal kepercayaan.
Modal keterpilihan pemimpin formal perempuan di Kendal adalah simbol keluarga besar yang memberikan ascribed status, semacam status atau priviled yang didapat sejak lahir. Dari penelitian ini, Sri Suneki menyimpulkan terjadi perubahan konstruksi kepemimpinan dari sistem patriarki menuju konstruksi kepemimpinan yang mengutamakan kompetensi dan sosok calon. Sri Suneki menjadi doktor ke-110 di Universitas PGRi Semarang.