BEM UPGRIS Gelar “Jagongan Budaya” Bahas Upaya Mengolah Kekayaan Tradisi Lokal

Upaya memelihara budaya dan tradisi lokal menjadi tantangan bagi seluruh masyarakat dan pemerintah. Salah satu hal pertama yang harus dipertimbangkan ialah kesadaran akan kekayaan budaya bangsa sendiri.

“Budaya lokal kita punya kekhasan masing-masing. Masing-masing daerah ada punya perbedaan, meskipun sangat tipis. Dari ungkapan khas, ucapan khas daerah, dialek bahasa hingga cengkok tembang daerah. Itu dulu pertama-tama yang harus dipahami.”

Hal itu diungkapkan oleh Didik Nini Thowok dalam acara Jagongan Budaya “Nguri Kearifan Lokal Ing Era Digital” yang diselenggarakan oleh BEM UPGRIS di Gedung Pusat lantai 7, pada 8 September 2025.

Didik menambahkan, dengan menggali potensi lokal tersebut, ke depan potensi lokal tersebut bisa dikembangkan menjadi suatu produk kebudayaan yang bisa dimanfaatkan secara maksimal.

“Untuk lebih dikenal secara lebih luas, diperlukan pengelolaan manajemen yang baik. Cara mempublikasikannya di media sosial juga harus dikerjakan secara konsisten dan kreatif.”

Menurut Didik, siapapun yang hendak terlibat di ranah pelestarian dan pengembangan kebudayaan, harus mengutamakan pola kerja yang terukur dan memanfaatkan teknologi.

“Bagi para konten kreator misalnya, untuk bisa mengangkat konten-konten seputar budaya, harus bisa bekerja sama dengan banyak pihak, memanfaatkan medsos sebaik mungkin, juga menjalin relasi sebanyak mungkin,” ungkapnya.  

Rektor UPGRIS, Dr. Sri Suciati, M.Hum, turut menyoroti pentingnya pemahaman budaya dari siapapun sebelum terlibat dalam memproduksi konten-konten yang mengangkat isu budaya.

“Membuat konten digital memang salah satu cara mengangkat dan memperkenalkan kekayaan tradisi dan budaya bangsa Indonesa. Namun, sebelum melakukannya, harus dimulai dari pemahaman atas budaya sendiri,” terangnya.

Menurut Sri Suciati, pemahaman atas budaya sendiri akan membuat konten yang dihasilkan tidak terjebak dalam kekliruan atau kesalahpahaman penafsiran.

M. Sauki Taufiqurrahman, Presiden BEM UPGRIS, menyebut dalam sambutannya, kehadiran Didik Nini Thowok adalah ajang untuk berbagi pengalaman dari tokoh maestro seni.

“Eyang Didik adalah maestro tari, dan tari adalah bahasa yang merepresentasikan cerminan kearifan lokal dalam menghadapi perubahan zaman,” ungkapnya. Untuk itulah, tarian bisa disebut sebagai contoh kesenian di mana kebudayaan Indonesia direpresentasikan dan dihadirkan.

 “Eyang Didi punya pengalaman panjang di bidang tari, bahkan sampai kancah internasional. Pemahamannya tentang kebudayaan Indonesia sangat perlu kita dengar,” ucapnya.