Demi memenuhi mata kuliah sandiwara atau drama dan mata kuliah karawitan, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan sastra Daerah menggelar kethoprak yang berjudul Geger Kraton Parang Garuda. Pagelaran kethoprak tersebut merupakan kegiatan yang rutin digelar untuk memenuhi mata kuliah tersebut.
Pagelaran ini memang untuk memenuhi mata kuliah pada semester V. Ini merupakan apresiasi sekaligus sebagai wujud nguri-uri (melestarikan) budaya daerah. Apalagi, kesenian kethoprak saat ini sudah mulai langka dan jarang diperkenalkan lagi, ujar dosen Pengampu Mata Kuliah Sandiwara atau Drama Nuning Zaidah, kemarin.
Pementasan kethoprak itu dibantu dengan pemain karawitan serta tari-tarian yang juga dipertunjukan oleh mahasiswa semester V.Jadi ini memang merupakan apresiasi bersama. Semua mahasiswa semester V turut terlibat, termasuk yang menari itu untuk memenuhi mata kuliah tari,ungkapnya.
Pagelaran kethoprak tersebut menceritakan sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Mataram, berdirilah sebuah Kadipaten Parang Garuda yang dilambangkan keris rambut pinutung dan kuluk kanigara yang merupakan lambang kekuasaan dan kekuatan simbol kesatuan dan persatuan.
Setelah sepeninggal Prabu Gandha Buana, kadipaten Parang Garuda mengalami kekosongan kepemimpinan. Karena itulah, tampuk kepemimpinan akhirnya diisi oleh putri Prabu Ganda Buana yang bernama Ratu Mekarsari.
Namun pada kepemimpinannya, Mekarsari selalu mementingkan kebutuhan pribadinya tanpa peduli dengan rakyat. Akhirnya, kekuasaan yang dipegang mekarsari tak bertahan lama dan akhirnya runtuh. ***