Seminar Nasional “Membaca Indonesia Melalui Sastra” terlesenggara oleh Program Studi S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Program Pascasarjana Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) bekerja sama dengan Ikatan Alumni S-2 PBSI UPGRIS pada 13 Februari 2021. Seminar berlangsung dengan begitu hangat berlangsung dalam aplikasi Zoom yang diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, di antaranya mahasiswa, guru, dosen dan masyarakat umum dari berbagai daerah, hingga ada peserta dari luar Jawa dan juga dari Maluku.
Pembicara dalam seminar tersebut diantaranya Dr. Harjito, M.Hum. (Ketua Program Studi S-2 PBSI UPGRIS), Dr. Nazla Maharani Umaya, M.Hum. (Sekretaris Program Studi S-2PBSI UPGRIS), dan Muchammad Zaini, M.Pd. (Alumni S-2 PBSI UPGRIS, Guru Bahasa Indonesia SMK Duta Karya Kudus). Disampaikan oleh Direktur Pascasarjana UPGRIS, Dr. Ngasbun Egar, M.Pd., bahwasanya saat-saat ini segala informasi telah tersebar begitu rupa kepada masyarakat, dan dunia membaca menjadi sesuatu yang sangat penting.
“Kalau dicermati ilmu pengetahuan yang kita kuasai yang paling banyak masuk, melalui indra terpenting yakni penglihatan dan pendengaran. Berbagai informasi dan berbagai ilmu yang penting didapati dalam berbagai karya sastra tersebut. You are what you read (Anda adalah apa yang Anda baca). Kita adalah apa yang kita baca. Segala sesuatunya yang akan nampak adalah sesuatu yang dibaca. Karya sastra yang dibaca anak-anak kita, akan besar kemungkinan memiliki pengaruh di masa kemudians. Apa yang dibaca sangat kuat mempengaruhi dirinya. Sastra memiliki banyak nilai dan hal-hal baik yang ada dalam karya sastra menjadi muatan penting dalam kehidupan,” tutur Ngasbun Egar saat memberikan sambutan dan membuka acara seminar.
Ketua Ikatan Alumni S-2 PBSI Program Pascasarjana UPGRIS, Kuntarti Endah Sarini, M.Pd., menyampaikan bahwasanya kegiatan serupa akan terus diselenggarakan sebagai sebuah upaya untuk memberikan ruang belajar dan berdiskusi terkait bahasa, sastra, pengajaran, juga budaya. Di antaranya bagi mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat luas. “Karya sastra dapat mengembangkan wawasan, tetapi membaca sastra dianggap kurang dinikmati karena perkembangan teknologi yang lebih mendekat siswa dan mahasiswa kepada hal-hal yang berjauhan dengan kegiatan membaca,” tutur Kuntarti Endah Sarini.
Muchammad Zaini, M.Pd., dalam kesempatan seminar tersebut memaparkan mengenai pengalamannya bergelut dalam dunia seni pertunjukan. Bagaimana segala riwayat keindonesiaan menjadi pijakan yang ditempuh melalui kisah-kisah yang bergelimang. Aktivitas terbesarnya disalurkan melalui kerja kesenian-kebudayaan di Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dan Teater Segitiga Kudus.
Kemudian Dr. Nazla Maharani Umaya, M.Hum. menyampaikan cerita silat dan pendekar Indonesia. Sastra tidak hanya diperuntukkan orang sastra, melainkan bahwa segala karya sastra dapat dibaca, dinikmati, dan diselami oleh siapa saja. “Setidaknya dengan membaca cerita-cerita silat. Cerita silat merupakan cerita asli Indonesia selain cerita nyai dan syair. Cerita mengenai seorang pemberani, yang menegakkan kebenaran dan keadilan dalam membela diri, sesama, bangsa, golongan, serta negaranya. Seperti halnya cerita-cerita silat beberapa dipaparkannya, termasuk diantaranya cerita dari Kho Ping Hoo (1959-1994), kita dapat membaca dan mengidentifikasi Indonesia melalui cerita silat,” ungkap Nazla Maharani Umaya dalam pemaparan materinya.
Ditambahkan pula oleh Dr. Harjito, M.Hum. dalam pemaparan di akhir seminar, bahwasanya membaca sastra boleh siapa saja, tidak harus mahasiswa atau pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Bahasan ditujukan pada banyak hal mengenai sastra secara garis besar teori yang meilingkupinya. Termasuk mengenai bagaimana keterkaitan antara karya, pengarang, dan tempat tinggal pengarang. Warna-warna Indonesia dari berbagai pijakan kedaerahan pun kerap bermunculan dari karya-karya yang diciptakan. Sedikit atau banyak, pasti akan nampak dalam karya-karya yang diciptakan pengarang.