Banyak hal yang dapat diungkap dari sebuah serat sastra Jawa yang begitu adiluhung, yakni Suluk Serat Sastra Gendhing. Dalam Sarasehan Daring (Saring) #1 yang diselenggarakan Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pascasarjana Universitas PGRI Semarang. Saring #1 mengangkat Suluk Serat Sastra Gendhing: Mengungkap Pengetahuan tentang Tuhan, menghadirkan pembicara Yuli Kurniati Werdikaningsih, S.S., M.A. (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah UPGRIS) dan dipandu oleh moderator Muhajir Arrosyid (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPGRIS).
“Saring #1 ini merupakan salah satu forum daring yang kami selenggarakan, selain ada Sering (Seminar Daring) dan Paring (Panggung Daring) yang telah terselengara beberapa kali pada kesempatan sebelumnya. Yang pasti Saring dimaksudkan sebagai sebuah diskusi ilmiah dengan dilakukan agak santai, konsep sarasehan ini yang kami kira cocok. Kami pun berharap, Saring ini akan terus berlanjut pada seri berikutnya tentu dengan mengangkat topik yang lebih menarik serta hangat. Dan ini merupakan kegiatan yang kami coba untuk diselenggarakan malam hari, sebab kami melihat biasanya jika pagi atau siang hari kerap diantara kita masih dalam aktivitas kesibukan yang cukup padat.” ungkap Dr Harjito MHum, Ketua Program Studi S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pascasarjana Universitas PGRI Semarang dalam wawancara melalui pesan singkat seusai acara, Jumat malam, 7 Agustus 2020.
Bagi Yuli Kurniati Werdikaningsih, suluk yang disajikan merupakan sebuah karya yang disalin pada Jumungah Pahing kaping 9 Rejeb Je angka 1854. Naskah setebal 30 halaman, jilidan benang warna putih, dan kertas kuning kecoklatan. “Suluk, memuat hal-hal yang bernapaskan Islam. Menggunakan huruf Jawa ngetumbar. Bentuk dari teks serat sastra gendhing adalah tembang macapat. Terdiri dari 5 pupuh, di antaranya pupuh 1: Sinom 13 pada, pupuh 2: Asmaradhana 11 pada, pupuh 3: Dhandhanggula 11 pada, pupuh 4: pangkur 17 pada, dan pupuh 5: Durma 20 pada.” Tutur Yuli Kurniati Werdikaningsih yang dikenal kerap meneliti serat suluk.
Bagi Yuli Kurniati Werdikaningsih, serat suluk sebagai sarana manusia untuk mencapai keseimbangan hidup. Pengetahuan tentang Tuhan tersebut tentu hanya akan dapat diungkap berdasar pada getaran hati atau qalbu. “Tidak bisa hanya memanfaatkan akal saja, atau hati saja. Namun harus menggunakan keduanya, hati yang bersih dan pikiran yang jernih untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hakikat Tuhan.”
Dalam kesempatan tersebut, juga menampilkan Sitra Setya Nurlita, S.Pd. dengan suguhan tembang dhandhanggula. “Yang pasti kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang kerap menjalankan kegiatan-kegiatan pada masa pandemi seperti sekarang ini. Segala hal itu tidak menjadi keterbatasan, namun terus dialirkan melalui berbagai kreativitas untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan terbaik. Tentu kami akan berupaya berkontribusi untuk memberikan manfaat kepada masyarakat luas.” tutur Dr. Ngasbun Egar, M.Pd., Direktur Pascasarjana UPGRIS dalam kesempatan memberikan sambutan dan membuka acara.