UPGRIS Tegaskan Komitmen dalam Menjalankan Amanat Negara sebagai Penyelenggara PPG

Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS) sangat menjaga amanat yang telah diberikan oleh Pemerintah, yaitu dipercaya sebagai salah satu penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG). Seluruh fasilitas kampus yang dimiliki dipersilakan untuk keperluan mahasiswa PPG.

“Komitmen kami dari seluruh pimpinan dan segenap civitas akademik dan seluruh komponen UPGRIS, kami sungguh-sungguh melaksanakan tugas dari Pemerintah. Bahkan kelulusan kami cukup tinggi.”

Hal itu disampaikan oleh Wakil Rektor IV, Prof. Nur Khoiri, S.Pd., S.T., M.Pd., dalam acara pembukaan Supervisi PPG Tahun 2025, di Gedung Pusat lantai 2, 20-21 November 2025.

Dalam acara supervisi tersebut, hadir Petugas Supervisi PPG yaitu Prof. Dr. Ivan Hanafi, M.Pd., dari Universitas Negeri Jakarta, dan Indah Mustika Sari, M.Pd., dari Direktorat PPG.

Nur Khoiri menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi kedatangan tim Supervisi PPG. “Kami selalu memohon bimbingan dan arahan dalam mengelola PPG, sehingga bisa mencapai hasil terbaik,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ivan Hanafi, M.Pd., menegaskan supervisi ini ditujukan untuk mendapatkan data di lapangan terkait persoalan dan solusi-solusi terkait PPG.

“Supervisi ini akan dilakukan selama dua hari ke depan. Dan hari ini kita akan berdiskusi terkait beberapa hal. Dengan dosen dan tenaga kependidikan. Dengan guru pamong dan mahasiswa serta alumni. Tujuannya khusus untuk memperoleh data, dan akan disandingkan dengan data yang masuk di data base PPG,” ungkapnya.  

Selain itu, Ivan Hanafi menjelaskan bahwa akan digelar diskusi panel untuk mengklarifikasi hal-hal yang diperoleh pada hari pertama.

“Dari hasil diskusi tim supervisi dan direktorat PPG bisa menjadi masukan yang akan datang. Ini bukan evaluasi, tapi ini adalah klarifikasi dan mendistribusikan informasi dan hal-hal terkait penyelenggaraan PPG di semua institusi.”

Pihaknya menjelaskan, tidak semua penyelenggara PPG mendapat kesempatan untuk supervisi. “Hanya 25 kampus dari 140 lebih yang berkesempatan supervisi. Kami ingin mendiskusikan hal-hal yang memungkinkan jadi hambatan agar ditemukan solusi bagi penyelenggara.”