Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) adakan webinar seri 2 bertema ‘Menakar Sistem Pendidikan Nasional’ pada Rabu (6/7/2022) mulai pukul 8.30.
Webinar menghadirkan Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., selaku Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) dan Prof. Dr. Ir. K.H. Muhammad Nuh, DEA., selaku Menteri Pendidikan Republik Indonesia periode 2009-2014.
Selain itu, webinar juga dihadiri oleh Rektor UPGRIS Dr. Sri Suciati, M.Pd., Direktur Pascasarjana UPGRIS Dr. Ngasbun Egar, M.Pd., dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UPGRIS Dr. Senowarsito, M.Pd.
Ratusan peserta hadir dalam Webinar Nasional dalam rangkaian Dies Natalis ke-41 UPGRIS.
Melalui sambutannya, Dr. Senowarsito menyatakan kegiatan ini merupakan respon atas isu kebijakan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berlaku selama ini dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan implementasinya.
“Diharapkan diperoleh gagasan dan rekomendasi baru tentang solusi permasalahan yang muncul guna menghidupkan generasi unggul dalam membangun dan memperkokoh jati diri bangsa melalui Sisdiknas yang andal,” ujarnya dalam sambutan.
Ia menambahkan, Sisdiknas merupakan satu tolak ukur perkembangan dan kemajuan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa.
Adapun seri pertama telah berlangsung webinar pertama ‘Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila Sebagai Generasi Unggul’ pada Jumat (24/6/2022).
Namun untuk bisa melakukan revisi, pihaknya perlu mengundang pemangku kebijakan agar masukan yang diberikan sesuai kebutuhan dari draf yang telah disiapkan oleh pemerintah.
“Karena Sisdiknas tidak hanya melulu tentang pendidikan, melainkan berkaitan dengan siswa, guru, pembiayaan, hingga sarana-prasarana dan memerlukan banyak pihak bisa memberikan masukan agar rancangan undang-undangan ini menjadi komprehensif,” ungkapnya.
Yang dikedepankan dalam Revisi Undang-Undang Sisdiknas yakni Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Sisdiknas sendiri.
Padahal yang dikhawatirkan ialah terdapat banyak undang-undang yang menyinggung tentang pendidikan dan dikhawatirkan akan tumpang-tindih antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lain.
Prof. Unifah dalam paparannya menyatakan UU Sisdiknas diperlukan revisi untuk menjawab berbagai persoalan pendidikan kini dan masa yang akan datang jika dilakukan secara komprehensif.
“Mengakomodasi Pendidikan Pancasila dan Karakter Bangsa pada semua jenis pendidikan umum maupun pendidikan keagamaan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) dan Kementerian Agama,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan adanya ketentuan yang bersifat sistemik dan komprehensif serta yang didasarkan pada landasan konseptual dan landasan yuridis yang kuat.
Berkaitan dengan hak seluruh warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, hak mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ia mencontohkan adanya penghapusan bantuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah yang selama 3 tahun berturut-turut jumlah siswa kurang dari 60 dirasa melukai rasa keadilan warga negara yang berhak memperoleh pendidikan.
Perlunya memahami perubahan konseptual tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal tidak harus dipisah karena sejatinya ketiga hal itu merupakan pendidikan.
Sementara itu Prof. M. Nuh, menyatakan guru sebagai pilar pendidikan merupakan orang mulia yang berkeinginan memuliakan manusia.
Adapun untuk bisa memuliakan manusia diperlukan manusia berkualitas dengan kriteria hidup panjang dan sehat, ilmu pengetahuan atau wawasan, dan berkehidupan layak.
“SDM berkualitas dengan indikator usia harapan hidup, indeks pendidikan, dan pendapatan perkapita,” ujarnya.
Menurut Prof. M. Nuh, juga menegaskan kesatuan dari tiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan atau hanya salah satu.