Bahasa Sebagai Kekuatan Politikus Perempuan

Di kancah politik, peran perempuan belum sepenuhnya maksimal. Ini dibuktikan dengan jumlah keterwakilan perempuan baik di level anggota dewan maupun pemimpin di tingkat bupati, walikota, maupun gubernur. Dan ketika ada sosok-sosok politikus perempuan, mereka pun akan lebih menarik perhatian publik.
Menyadari hal itu, dosen Universtas PGRI Semarang Sri Suciati menganggap penting untuk meneliti para politikus perempuan, terutama terkait bahasa yang digunakan. Mengapa penggunaan bahasa menarik untuk diteliti? “Dalam bahasa tercermin budaya dan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam masyarakat pemakainya,” tegas Suci.

Penelitian itu terangkum dalam disertasi yang berjudul Pidato Kampanye Politikus Perempuan Indonesia: Analisis Wacana Kritis Fairclough yang hari ini (3 September 2018) disampaikan dalam Promosi Doktor Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, di kampus Pascasarjana, Kelud.

Dalam temuannya, Suci menyimpulkan bahwa politikus perempuan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan maskulin dunia politik yang tujuan utamanya adalah kekuasaan. “Representasi atau gambaran ini terwujud melalui isi pembicaraan yang disampaikannya,” tegas.
Menurut Suci, perempuan menggunakan bahasa yang kolaboratif yaitu menggunakan bahasa feminin dan maskulin sesuai konteks. “Tak harus terjebak dalam maskulin,” tambahnya. Suci menyarankan agar politikus perempuan mampu menggunakan bahasa feminin kolaboratif. Dengan demikian bahasa politikus perempuan bisa menjadi kekuatan.

Sementara itu, Rektor UPGRIS Dr Muhdi SH MHum turut bersepakat atas apa yang disimpulkan dalam disertasi tersebut. Ditemuai dalam acara sidang terbuka tersebut, Muhdi mengharap para politikus bisa belajar dari temuan Suci ini. “Ini bisa jadi bahan pertimbangan bagi politikus. Hasil riset akademik tentunya akan mendukung kapabilitas para politikus perempuan di Indonesia,” tegasnya.

Simpulan desertasi tersebut berhasil dipertahankan di hadapan para penguji, yaitu Prof.Dr.Setya Yuwana Sudikan, M.Hum, Prof.Dr.Ida Zulaeha, M.Hum, Dr.Haribakti Mardikantoro, M.Hum, Dr.Mimi Mulyani, M.Hum, Prof.Dr.Teguh Supriyanti, M.Hum, dan Prof.Dr.Rustono, M.Hum. Dengan demikian Suci menjadi doktor ke 56 UPGRIS dan menjadi doktor ilmu pendidikan bahasa ke-77 dan lulusan doktor ke-400 di Unnes.[WEP]

Leave a Reply