Perjuangan Zahra menjadi Penulis Cerita Anak

Ai??

 

Namanya Zahratul Wahdati. Di kampus ia biasa dipanggil Zahra. Sedangkan di linimasa akrab disapa Diy Ara. Ara lahir di Pemalang, 27 Desember 1994, anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Dias Kurniasih Fajri. Ayahnya, Alm. Mudakir sudah meninggal ketika Zahra duduk di bangku SMP. Sedangkan ibu, Tasripah, seorang pedagang kecil yang menjual mie lidi.

Sejak SMP kelas 3, Zahra mulai gemar menulis sebagai pelampiasan atas kerinduanya pada sosok ayah. Sampai SMA, dia masih menulis meski belum serius mengasah kemampuannya. Namun, sejak masuk ke perguruan tinggi, tepatnya di Universitas PGRI Semarang, dia bertemu dengan banyak penulis muda sepantarannya. Dan lewat media daring ia biasa berkomunikasi dengan banyak penulis di Indonesia untuk meminta saran dan kritik. Di kampusnya, ia memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastera Indonesia meski ia diminta kakak sepupunya untuk mengambil jurusan PGSD dan Bahasa Inggris.

Selain itu, Zahra juga bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Kajian Ilmu Apresiasi Sastra (UKM KIAS), sebuah organisasi intrakampus berbentuk komunitas sastra yang berbasis di Universitas PGRI Semarang. Di sanalah Zahra bertemu S Prasetyo Utomo yang mengasah bakatnya dalam menulis. Zahra juga tergabung di komunitas menulis Serambi Perpus UPGRIS, komunitas menulis yang diselenggarakan oleh dosennya.

Dalam urusan menulis, Zahra sadar bahwa sebagai calon guru bahasa Indonesia, keterampilan yang harus ia kuasai adalah menulis. Tak disangka, menulis juga membuat hidupnya lebih tenang. Lewat menulis ia meredam masalah yang memberati pikirannya. Tak hanya itu, menulis juga telah mendatangkan rezeki. ai???Dari honor menulis, saya bisa meringankan beban ibunya yang berjuang tak kenal lelah sebagaAi?? orang tua tunggalai???, tutur pengagum berat penulis Seno Gumira Ajidarma dan Bambang Irwanto.

Meski kini sudah terbiasa menulis, menurut Zahra waktu terbaik baginya untuk menulis adalah saat hujan. Sayangnya, di Semarang jarang hujan. Jadi terpaksa ia harus mencari waktu lain yaitu malam hari ketika teman-teman kos sudah tidur. Ketika sepi, dan dibantu dengan musik intrumental yang lembut, imajinasi mengalir deras. Ia tidak terlahir di dalam keluarga yang melek baca-tulis.

Liku-liku proses menulis pernah Zahra tempuh. Awalnya, ia mulai serius menekuni menulis sejak tahun 2013. Di tahun pertama itulah ia egonya masih sangat tampak. Ia tidak suka kalau karya yang sudah ia buat menuai kritik. Karena sikap itulah ia jatuh dan putus asa. Sempat hampir frustasi karena merasa tidak punya bakat menulis. Namun, pelahan ia pun bangkit. Sedikit melenceng dari titik awalnya menulis cerpen remaja dan novel, ia justru mulai menggeluti cerpen anak. Ia membaca cerita anak di Bobo dan meneliti dari struktur dan cara bercerita. Sampai akhirnya di tahun 2015, dongeng pertamanya berjudul Kimta Si Kura-kura dimuat di koran lokal Pandang Ekpress. Hingga kini, cerita anak hasil karyanya masuk nominasi Lomba Menulis Dongeng Nusantara Bertutur dan Koferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2015. Karyanya pun pernah dimuat di Kompas, Solopos, dan Padang Ekpress yang didominasi cerita anak. Opininya beberapa kali dimuat di Koran Rakyat Jateng, serta menjadi pemenang Lomba Menulis Cerpen Tingkat UPGRIS yang diadakan oleh UKM KIAS.

Sembari menulis lepas, Zahra pun bekerja sebagai penulis tetap di website objekwisatapopuler.com.Ai?? Mahasiswa yang tak banyak bicara ini mengaku lewat menulislah ia bisa gila-gilaan menuangkan imajinasinya itu menjadi sebuah karya yang bermanfaat bagi pembaca. []

 

Leave a Reply